Cerita persahabatan
seberapa sering melihat langit?
Pertanyaan ini muncul begitu saja saat aku terjatuh ketika bermain bola sore ini.
Tiba-tiba badanku menjadi sangat lemah dan hanya bisa terbaring diatas tanah berumput teratur khas lapangan bola. 5 menit berlalu namun mataku tetap enggan terbuka. Desiran angin terasa melewati serutan2 kain yang basah karena keringat yang telah membuatnya basah. Aku menatap lekat pada ruang gelap yang saat itu terlihat didepanku... 'segelap inikah hari ini..." batinku.
Aku sempat merasa takut dengan apa yang terjadi sore ini, tapi suara temanku yang tiba-tiba menjadi pemanduku untuk terjaga dan kembali melihat cahaya. "Mas Adri... bangun Mas..." suara itu berulang kali terdengar mengiringiku untuk segera siuman.
"alhamdulillaaaaaaaah..." serentak teman-temanku bersyukur melihat keadaanku yang mulai siuman.
Afit Abdullah, Abdullah Baihaqi, Ugiek, Afdal Aris, Endri Saputra, dan Anton Absiz mengerumuniku dan memberikan segelas air mineral.
Kami berbaring di tanah sambil menengadahkan wajah jauh ke atas birunya langit...
"eh liat tuh ada awan mirip bentuk LOVE." Aris berteriak sambil menunjuk keawan yang dilihatnya.
"hehehe... mirip ya..."
"klo yang itu malah mirip pohon rambutan yang sering kita colongin deket rumahnya Pak Amir." Abdul gantian menunjuk.
"hahahha... ssssssst... jangan keras-keras ngomong 'nyolongnya' Dul." Ugiek mengingantkan sambil tertawa lebar.
"klo yang itu mirip apa?" Afit menunjuk sebuah awan kecil tepat di utara awan yang di tunjuk Abdul.
"mirip bola itu mah..." Endri menjawab.
"bukan ah, itu mah mirip botol..." Anton mencoba mencerna.
"klo itu mah mirip awan" ujarku sambil tersenyum.
"eeeeh yang pingsan udah selesai loading ternyata..." Afit menatapku dari tempatnya berbaring.
Aku tersenyum padanya...
seberapa sering melihat langit?
Pertanyaan ini muncul begitu saja saat aku terjatuh ketika bermain bola sore ini.
Tiba-tiba badanku menjadi sangat lemah dan hanya bisa terbaring diatas tanah berumput teratur khas lapangan bola. 5 menit berlalu namun mataku tetap enggan terbuka. Desiran angin terasa melewati serutan2 kain yang basah karena keringat yang telah membuatnya basah. Aku menatap lekat pada ruang gelap yang saat itu terlihat didepanku... 'segelap inikah hari ini..." batinku.
Aku sempat merasa takut dengan apa yang terjadi sore ini, tapi suara temanku yang tiba-tiba menjadi pemanduku untuk terjaga dan kembali melihat cahaya. "Mas Adri... bangun Mas..." suara itu berulang kali terdengar mengiringiku untuk segera siuman.
"alhamdulillaaaaaaaah..." serentak teman-temanku bersyukur melihat keadaanku yang mulai siuman.
Afit Abdullah, Abdullah Baihaqi, Ugiek, Afdal Aris, Endri Saputra, dan Anton Absiz mengerumuniku dan memberikan segelas air mineral.
Kami berbaring di tanah sambil menengadahkan wajah jauh ke atas birunya langit...
"eh liat tuh ada awan mirip bentuk LOVE." Aris berteriak sambil menunjuk keawan yang dilihatnya.
"hehehe... mirip ya..."
"klo yang itu malah mirip pohon rambutan yang sering kita colongin deket rumahnya Pak Amir." Abdul gantian menunjuk.
"hahahha... ssssssst... jangan keras-keras ngomong 'nyolongnya' Dul." Ugiek mengingantkan sambil tertawa lebar.
"klo yang itu mirip apa?" Afit menunjuk sebuah awan kecil tepat di utara awan yang di tunjuk Abdul.
"mirip bola itu mah..." Endri menjawab.
"bukan ah, itu mah mirip botol..." Anton mencoba mencerna.
"klo itu mah mirip awan" ujarku sambil tersenyum.
"eeeeh yang pingsan udah selesai loading ternyata..." Afit menatapku dari tempatnya berbaring.
Aku tersenyum padanya...